Minggu, 10 Mei 2015

Nenek Pencari Keadilan

Setiap manusia pasti memerlukan keadilan di dalam kehidupannya. Namun, tidak setiap orang mendapat keadilan maupun berbuat adil terhadap sesamanya. Ini disebabkan dari keegoisan dan pola pemikiran yang dimiliki individu yang berbeda-beda. 

Keadilan dapat didefinisikan sebagai pengakuan dan perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban. Atau dengan kata lain keadilan adalah keadaan bila setiap orang memperoleh apa yang menjadi haknya dan setiap orang memperoleh apa yang sama dari kekayaan bersama.

Penyimpangan mengenai keadilan akan menimbulkan kecemburuan pada seseorang yang merasa dirinya tidak diberlakukan adil, maka akan timbul rasa cemburu dan menganggap dirinya tidak dibutuhkan dan tidak berarti bagi orang-orang disekitarnya. Salah satu ketidakadilan negeri ini adalah keadilan yang lebih berpihak terhadap orang yang mempunyai kekuasaan dan jabatan tinggi, sedangkan rakyat kecil harus mengemis-ngemis dan bersimpuh hanya untuk mencari sebuah keadilan. 

Beberapa bulan lalu, publik dikejutkan dengan berita seorang Nenek asal Situbondo yang ditangkap karena tuduhan mencuri 7 batang kayu jati milik Perhutani. Nenek Asyani mendekam elama 3 bulan di Rumah Tahanan Situbondo, Jawa Timur. Nenek Asyani mengaku tidak pernah mencuri kayu milik Perhutani. Dia yakin, 7 batang kayu jati yang diambilnya itu berada di tanah milik sendiri. Meski sudah memperlihatkan bukti kepemilikan tanah dan diperkuat keterangan kepala desa, namun kasus Nenek Asyani ini tetap berlanjut ke pengadilan.

Menurut Supriono, kuasa hukum Nenek Asyani, kasus yang menjerat kliennya terkesan dipaksakan. Alasannya, ia ditahan pada 15 Desember 2014, beberapa bulan setelah kasus dilaporkan pada Juli 2014. Masih menurut Supriono, berhubung yang melapor adalah Perhutani maka harus ada tersangkanya. Kejanggalan lainnya, kayu jati milik Perhutani yang hilang berdiameter 100 sentimeter, sementara kayu milik Nenek Asyani hanya 10 sampai 15 sentimeter. Dia pun memastikan, kayu tersebut benar miliknya. Kayu itu ditebang oleh almarhum suaminya sekitar lima tahun silam dari lahan mereka sendiri. (http://news.okezone.com/)

Tangis Nenek Asyani pecah di depan majelis hakim pengadilan negeri Situbondo Jawa Timur. Ia terpaksa bersimpuh dilantai, memohon kepada majelis hakim yang mengadilinya, untuk membebaskan dirinya dari seluruh dakwaan.

Namun, saat ini Nenek Asyani telah menghirup udara bebas berkat dikabulkannya permohonan penagguhan penahanan pada 16 Maret 2015. Penangguhan dikabulkan dengan jaminan sejumlah pejabat dan politisi setempat. (http://nasional.news.viva.co.id/)

Dari kasus Nenek Asyani tersebut dapat dilihat bahwa sulitnya mendapat keadilan di Indonesia. Ia dituduh mencuri kayu yang diambilnya dari lahan milik sendiri. Dakwaan yang ditujukan untuknya pun begitu berat, tidak seimbang dengan perbuatan yang dituduhkan. Padahal, ia memiliki sertifikat tanah yang sah.

Kasus tersebut dilaporkan pada bulan Juli 2014, dan ia ditahan mulai Desember 2014. Sementara persidangan baru dibuka 3 bulan kemudian. Penanganan kasus yang lama dan terkesan berlarut-larut tanpa penyelesaian. 

Sementara itu, di luar sana banyak pejabat pemerintah yang sudah jelas merampok harta rakyat bahkan bekerja sama dengan pihak asing mengeruk kekayaan sumber daya alam milik rakyat dibiarkan bebas. Kalaupun ada yang tertangkap hukuman yang diberikan tidak sepadan, bahkan masih bisa menikmati fasilitas mewah di dalam penjara.

Kasus ini semakin menegaskan bahwa hukum keadilan di Indonesia lebih berpihak terhadap orang-orang yang golongan atas. Seharusnya, hukum tidak membeda-bedakan kondisi sosial.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar