Rabu, 18 November 2015

#5 GIANT SEA WALL

PENGERTIAN SEA WALL

Sea wall merupakan salah satu bentuk konstruksi sebagai upaya perlindungan wilayah coastal, habitat, konservasi, maupun aktivitas-aktivitas manusia dari pengaruh gelombang air laut. Tipe sea wall sangat bergantung dari fungsi, tujuan, dan juga lokasi rencana pembangunan. Faktor-faktor tersebut nantinya akan menentukan struktur sea wall yang akan dibangun. Seperti misalnya, sea wall yang berfungsi sebagai antisipasi gelobang tsunami akan berbeda dengan sea wall untuk penanggulangan abrasi. Sea wall tsunami berfungsi menghadang gelombang tinggi dengan volume air yang besar sehingga dibutuhkan dimensi bangunan yang tinggi, impermeable (tidak menyusup melalui rongga), dan kuat untuk menahan tekanan akibat volume air yang besar.


Jakarta’s Giant Sea Wall

Pembangunan sea wall di Jakarta dikarenakan kondisi fisiknya yang semakin memprihatinkan. Hasil penelitian Jakarta Coastal Defence Strategy (JCDS) menyebutkan bahwa setiap tahunnya Jakarta mengalami penurunan tanah sekitar 3,98 cm per tahun dan saat ini sekitar 40 % bagian Jakarta berada di bawah permukaan laut.

Peningkatan muka air laut sebagai dampak dari pemanasan global juga menjadi salah satu alasan di balik rencana megaproyek ini. Meskipun secara kuantitas efek mencairnya es di daerah kutub sebagai akibat dari pemanasan global terhadap Kota Jakarta sangat kecil, namun bersama dengan kondisi permukaan tanah yang terus mengalami penurunan, kedua hal ini menjadi salah satu penyebab seringnya musibah banjir menerjang Kota Jakarta.

Melihat dari fakta-fakta kondisi fisik Jakarta yang seperti ini, pembangunan sea wall cukup masuk akal untuk dilakukan. Namun, dalam pembangunannya wajib untuk mempertimbangkan aspek lingkungan dan ekologi secara mendalam dari tahap pra-konstruksi, konstruksi, operasi, hingga pasca-operasi nantinya. Bebeberapa aspek lingkungan yang perlu mendapat perhatian, seperti :
  1. Keberadaan ekosistem pantai; wilayah lahan basah dan intertidal, keberadaan dan interaksi biota laut.
  2.  Proses aliran sedimen yang akan berpengaruh pada erosi dan struktur dari sea wall itu sendiri.
  3. Sistem buangan limbah; laut merupakan “tempat akhir” dari proses pembuangan limbah terutama limbah cair. Adanya sea wall yang “membendung” laut dikhawatirkan akan mempengaruhi aliran limbah dan dampak turunan yang dihasilkannya.




Giant Sea Wall (GSW) Jakarta bertujuan untuk melindungi pesisir Jakarta dari air pasang yang saat ini selalu menderita banjir pasang (rob). Sebelum berencana membangun GSW, pemprov DKI Jakarta pernah memiliki opsi lain untuk mengatasi ancaman Jakarta tenggelam di tahun 2025, yaitu dengan menyediakan danau atau waduk sebagai tempat retensi air yang luasnya mencapai 50-100 kilometer persegi. Namun, opsi ini tidak mungkin dilaksanakan karena keterbatasan lahan dan kendala dalam pembebasan lahan di Jakarta. Karena kendala lahan tersebut, pemprov DKI memilih membangun sistem polder atau penampung air berbentuk tanggul raksasa di laut. Pilihan ini diambil karena resiko sosialnya lebih sedikit. karena tidak membutuhkan pembebasan lahan yang banyak.

Sistem GSW dilakukan dengan cara mendorong sistem polder ke arah laut, sehingga kawasan di bawah permukaan air laut tidak akan tergenang. Seperti yang telah dilakukan Belanda dan New Orleans, Amerika Serikat. Sketsanya, meski air laut tinggi, tetapi kawasan di bawah permukaan air laut tetap kering karena ada tanggul laut raksasa yang akan memompa air ke laut.



Sebuah kombinasi yakni menghentikan ekstraksi air tanah dan juga pembangunan tanggul laut raksasa akan mulai mengurangi menurunnya permukaan tanah bagian pesisir Jakarta. Pemprov Jakarta, berencana untuk memanfaatkan tanggul besar untuk penggunaan serbaguna publik dan ekonomi. Termasuk memanfaatkan daerah di dalam tanggul sebagai daerah bendungan air tawar untuk memproses dan memasok air bersih untuk kebutuhan kota, dan juga akan mencakup sebuah pabrik pengolahan air limbah.

Rencananya GSW akan dibangun sepanjang 32 km dan akan menelan biaya sekitar Rp 100 Triliun. GSW akan menciptakan 17 pulau baru di laut Jawa. Daratan pulau itu akan diambil dari reklamasi pantai. Pulau itu akan difungsikan sebagai bendungan penahan gelombang air laut yang menyebabkan abrasi atau pengikisan pantai, dengan menggunakan sistem polder.

Pulau buatan pertama akan dibuat menjadi pelabuhan untuk mendukung Pelabuhan Tanjung Priok. Selain itu, akan dikembangkan sebuah zona ekonomi baru, yang akan menaungi Kawasan Ekonomi Khusus lengkap dengan pergudangan, terminal peti kemas, hotel, pusat perniagaan modern, permukiman, dan apartemen. Di area tanggul akan ada jalur MRT (mass rapid transit) dan jalan tol. GSW juga berfungsi sebagai daerah bendungan air tawar, memproses serta memasok air bersih untuk ke-butuhan kota. Juga akan men¬ca¬kup sebuah pabrik pengo¬lahan air limbah.

Proyek pembangunan tersebut diprakarsai oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta bekerja sama dengan Pemerintah Kota Rotterdam. Perencanaan master plan tanggul raksasa tersebut merupakan gagasan awal yang dibantu pemerintah Belanda, dan dilanjutkan dengan studi untuk persiapan pembangunan. Pembangunan Giant Sea Wall memakan waktu 10 tahun atau paling lambat tahun 2025 mendatang.


Beberapa negara telah berhasil membangun sea wall dengan berbagai tujuan, salah satunya adalah negara tetangga, Singapura. Singapura merupakan salah satu contoh keberhasilan konstruksi sea wall untuk menampung air, mengingat negara ini merupakan negara kecil dan tidak memiliki sistem hulu sebagai sumber air. Singapura yang memiliki tanggul raksasa dan bisa dimanfaatkan sebagai pemasok air bersih. Air yang diendapkan pada tanggul raksasa bisa menjadi air bersih dalam dua tahun.
Namun kontras dengan tujuan pembangunannya, beberapa isu dan masalah lingkungan dapat muncul sehubungan dengan konstruksi sea wall, diantaranya adalah terganggunya transport sedimen yang dapat menyebabkan pergeseran struktur dan juga terganggunya ekosistem lahan basah (wetland) dan wilayah intertidal. Selain itu pembangunan GSW memiliki persyaratan ketat. Di antaranya analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) dan dampak sosial terhadap nelayan.


Pada tahap kontruksi akan terjadi pengerukan besar-besaran sehingga merubah ekosistem. Setidaknya ada beberapa aspek lingkungan yang perlu mendapat perhatian, seperti :
  1. Keberadaan ekosistem pantai; wilayah lahan basah dan intertidal, keberadaan dan interaksi biota laut.
  2. Proses aliran sedimen yang akan berpengaruh pada erosi dan struktur dari sea wall itu sendiri.
  3. Sistem buangan limbah; laut merupakan “tempat akhir” dari proses pembuangan limbah terutama limbah cair. Adanya sea wall yang membendung air laut dikhawatirkan akan mempengaruhi aliran limbah dan dampak turunan yang dihasilkannya.
  4. Pembangunan GSW akan memperberat persoalan limbah yang sudah ada di sepanjang kawasan pantai Jakarta. Kondisi ini akan bertambah parah dengan adanya GSW karena akan menghilangkan sirkulasi air laut, sehingga limbah tidak bergerak dari pesisir pantai.
  5. Menurut Walhi mega proyek ini tidak menyentuh revitalisasi pantai Jakarta secara keseluruhan.
  6. Seharusnya pembangunan GSW bisa diselaraskan dengan perbaikan dan pengembangan sistem drainase dan juga sistem hulu sehingga dapat berintegrasi untuk mengatasi dan memenuhi kebutuhan warga Jakarta
  7. Proses reklamasi di GSW akan menggunakan lumpur dari waduk Pluit. Hal tersebut tidak masalah sepanjang material lumpur dari Pluit tidak tercecer ke laut
  8. Proses meningkatnya kadar garam atau salinisasi pada air disekitar GSW. Akibatnya tumbuhan dan hewan yang sensitive pada kadar garam tertentu akan mati, ekosistem akan terganggu.
  9. Dampak sosialnya bagi nelayan. GSW dapat mengakibatkan ekosistem laut terganggu akibat lebih lanjutnya pesisir pantai tidak dapat dijadikan tambak. Mata pencaharian nelayan udang dan kerang akan terganggu. Begitu juga dengan nelayan ikan yang terpaksa pergi melaut lebih jauh dari biasanya, akan mengeluarkan dana lebih banyak untuk membeli bahan bakar. Mereka akan tergusur secara perlahan-lahan
  10. Meningkatnya potensi penyakit akibat tergenangnya air dalam jumlah besar, misalnya DB, malaria, filariasi, dsbnya
  11. Potensi bencana apabila jebolnya GSW. Oleh karena itu pembangunan GSW perlu mendapat ditinjau ulang, karena dampak social dan lingkungannya jauh melebihi dampak ekonomi. Untuk menyelesaikan masalah banjir, banyak solusi yang telah ditawarkan, tidak perlu proyek mercu suar, yang keberadaannya 10-20 tahun kedepan. Lakukan koordinasi antara pemerintah daerah, melibatkan masyarakat, pendidikan lingkungan, sumur resapan, lubang biopori, normalisasi sungai, dan sebagainya, seperti kata pepatah “Think Globally, Act Locally”









Sumber :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar