Selasa, 16 Januari 2018

KRITIK ARSITEKTUR #2

AEON MALL


Secara fisik, fasad pada AEON Mall ini tidak terlalu berbeda dari mall lainnya di Indonesia. Desain eksterior dan interiornya terlihat sederhana seperti mall pada umumnya. Namun, yang membedakan, mall ini dibangun dengan standar Jepang, mulai dari konsep hingga keamanannya. Yang membuat mall ini unik adalah atmosfer yang diciptakan di dalam mall, yakni menghadirkan ciri khas budaya dan kondisi alam di Jepang.

Mall yang terletak di Jalan BSD Raya Utama, Tangerang Selatan ini memulai pembangunannya pada bulan Agustus 2013 dan beroperasi sejak 30 Mei 2015. AEON Mall BSD City berdiri megah di atas lahan seluas 100.000 m2 dan bangunan 177.000 m2. Total toko yang ada di AEON Mall BSD City sekitar 300 toko, termasuk 22 toko yang pertama kali ada di Indonesia dan 38 toko asal Jepang.

AEON Mall BSD City didesain dan dikembangkan ramah bagi lingkungan dan pengunjungnya. Mall yang bernuansa Jepang pertama di Indonesia ini mengusung konsep ‘For Your Smart Living’. Model arsitektur mall 5 lantai ini dibuat lantai atas berbentuk skeleton (tembus pandang), sehingga tidak ada barang yang jatuh. Dan atap bagian tengahnya juga menggunakan kaca yang dapat mengurangi penggunaan lampu dan hemat energi. Mall ini mengutamakan kenyamanan, keamanan, kelengkapan fasilitas, kebersihan dan kepuasan pengunjung.
Dengan mengklaim satu-satunya mall bernuasa Jepang, atmosfir di AEON Mall BSD City benar-benar seperti mall di negara asalnya. Ini terlihat pada desain interiornya yang mengedepankan konsep interior sederhana, dekorasi yang minimalis, skema warna alami, dan palet netral seperti abu-abu dan putih. Konsep ini sesuai dengan nilai yang mereka anut, salah satunya, wabi sabi atau kesederhanaan yang alami.
Di pintu utama, misalnya, terdapat shōji, yakni pintu yang terbuat dari kayu berlapis kertas transparan. Dalam arsitektur tradisional Jepang, pintu ini berfungsi sebagai pintu geser dan jendela atau partisi. Manfaatnya, selain dapat menyerap kelembaban, insulator terhadap panas dan dingin, juga membuat ruangan menjadi terang. Ini karena sinar matahari dapat menembus shōji.

Ciri khas pada AEON Mall BSD City ini yaitu Sakura Lite Tunnel dan Sakura Illumination Park. Dua-duanya adalah taman dengan lampu-lampu yang menyala di bagian atas, yang tidak akan ada di mall lain.

KRITIK ARSITEKTUR #1


TEATER JAKARTA

KRITIK DESKRIPTIF
Pada awalnya proyek ini bernama Grand Theater di Taman Ismail Marjuki yang akhirnya berubah menjadi Teater Jakarta. Gedung teater ini merupakan kelanjutan dari proyek masterplan yang didesain oleh Raul Renanda bersama Altelier 6 pada tahun 1995. Pelaksaannya baru dimulai pada tahun 1996 dan selesai dapat digunakan pada tahun 2010. Konsep ini gabungan vernacular di Indonesia yang berdasarkan ide dari struktur bangunan Toraja yang juga merupakan konsep bangunan joglo sebagai potongan melintang dari bangunan teater ini. disajikan dalam tatanan modern namun masih mempunyai nafas Indonesia.
Desain Sketsa Teater Jakarta

Maket Teater Jakarta

Sisi Depan Teater Jakarta
Sisi Samping Teater Jakarta
Perspektif
Detail Bangunan
Ruang dengan kapasitas 1200 penonton dengan luas panggung 14 - 16 meter (w) dan 7 - 9 meter (h) dapat digunakan untuk berbagai pertunjukan (musik, teater, tari dll). Dilengkapi dengan ruang lobby, 12 ruang rias, ruang latihan serta sistem tata cahaya, tata suara, sistem auditorium dan pendingin ruangan.
Interior Teater Jakarta


KRITIK NORMATIF

Pembahasan mengenai kritik arsitektur Teater Jakarta untuk metoda kedua ini adalah dengan pendekatan kritik normatif berdasarkan metoda tipikal. Metoda tipikal adalah suatu norma yang didasarkan pada model yang digeneralisasi untuk satu kategori bangunan spesifik.

Teater Jakarta berlokasi di Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki, tepatnya di Jalan Cikini Raya No.73 Jakarta Pusat. Merupakan teater besar yang mempertunjukan berbagai pertunjukan seni serta galeri seni. Teater Jakarta mampu menampung 1200 orang dengan total luas lantai adalah 40.108m2 dari luas lahan 14.732m2 dan dilengkapi dengan fasilitas fly tower dengan ketinggian sama dengan panggung, yang memungkinkan para kru panggung mengganti latar belakang pertunjukan secara vertikal.

Pengembangan PKJ TIM itu kemudian mewujud dengan selesainya rencana induk terperinci (masterplan) oleh tim arsitek Atelier 6 pada 1995 atas dukungan penuh Gubernur Kepala DKI Jakarta kala itu, yaitu Surjadi Soedirdja. Rancangan ini kemudian ditindaklanjuti pada 1996 dengan pemancangan pertama Gedung Teater Besar sebagai realisasi masterplan di bidang fisik. Gedung setinggi 5 lantai ini selesai dibangun tahun 2006, yang artinya membutuhkan tempo 10 tahun untuk menyelesaikannya. Hal tersebut disebabkan pembangunannya sempat terhenti selama 3 tahun, yaitu di tahun 1998, 1999, dan tahun 2005.

Gedung yang diklaim sebagai gedung berskala internasional ini memiliki sebuah ruang inti yang bernama Teater Lirik dengan kapasitas duduk 1.200 penonton dengan panggung proscenium, rear stage, side stage, fly tower, dan orchestra pit. Adapun Teater Studio yang berukuran lebih kecil, yaitu 250 tempat duduk, difungsikan sebagai ruang latihan dan pertunjukan skala kecil. Meskipun kecil, dalam ruang ini dapat diwujudkan 4 alternatif penataan panggung.

Selain dua ruang utama di atas, terdapat ruang-ruang pendukung lain yang menjadikan gedung ini cukup matang disebut sebagai sebuah gedung teater, yakni ruang pameran, studio tari, ruang ganti pemain, gudang properti, kantor pengelola, dan orchestra shell.

Saat ini, setelah hampir genap 6 tahun gedung ini beroperasi, setelah banyak pertunjukan dan ajang yang terwadahi dalam gedung tersebut, beberapa peristiwa, tantangan, dan kendala banyak terjadi menyertainya.

Furniture untuk kursi teater dari Ferco dan Archigrama. Finishing lobby menggunakan marmer Amarillo Triatna, Nero Marquina, Rosso Alicante, White Carara; karpet teater dari Patcraft; panggung, parket ruang latihan dan orchestra pitt oleh Daru-Daru; dance floor Harlequin Reversible; toilet dan daerah servis menggunakan homogenous tile dan keramik dari Essenza. Lantai plaza menggunakan batu andesit.

Material dan Lobby Teater Jakarta 
Dinding lobi menggunakan marmer Nero Asoluto, Trespa Virtuon warna Copper Yellow, Armourcoat tipe Travertine warna hijau, dan Topakustik tipe plank 28/4 M warna beech. Elemen estetis kayu pada teater studio karya Rita Widagdo.

Plafon pada kantor menggunakan gypsum Knauf. Dinding kaca Asahimas clear dan Panasap hijau. Spider glass menggunakan Sistem Irish dari Fev Italia. Komposit alumunium dari Alpolic warna champagne metallic. Alumunium frame dari YKK AP. Pintu frameless fitting dari Dorma. Bungkus kolom beton precast oleh Dusaspun. Atap TECU Patina dan TECU Zinn dari KME Jerman. Cat rangka baja oleh Jotun.

Detail Material Teater Jakarta
Fixed dan fitting secara keseluruhan menggunakan saniter TOTO. Elevator dan eskalator dari Sigma Elevator. Bangunan menggunakan genset FG Wilson, chiller Mc Quay, dan sound system TOA Galva.





Sumber :

https://www.behance.net/gallery/5762271/Teater-Jakarta

http://www.tamanismailmarzuki.co.id

https://id.foursquare.com/v/teater-jakarta-teater-besar/4cc50210dba3ef3bfbde0705/photos

http://www.jakarta-tourism.go.id/node/490?language=id

http://www.indesignindonesia.com/read-news-3-0-113-performing-ark.indesign.indonesia.magz